Mengapa tahun baru islam tidak semeriah tahun baru masehi ?
karena tahun baru islam tidak untuk hura-hura
untuk kita renungkan .......... apakah tahun depan lebih baik dari tahun lalu.
sebagai seorang muslim kita perlu
untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan
Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah
:
1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita
syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat ,
keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup
bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau
melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada.
Dia telah wafat, menghadap Allah SWT dengan membawa amal shalehnya dan
mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih
diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita
perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan
berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita
tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu
pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan
datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita
yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita
merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita
telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak
layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki
dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan
mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar
larangan-laranganNya.
2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah
kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali
lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu
dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah
dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur'an,
sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita
lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk
sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak
untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya
dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan
sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran
seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam
suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan
sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita
apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat
esok. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al
Hasyr: 18).
Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah
kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada
akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak. Rasulullah saw
bersabda (yang artinya) : "Orang yang cerdas adalah orang yang
menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal
shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian". Dalam sebuah atsar yang
cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata : "Hitunglah amal
kalian, sebelum dihitung oleh Allah"
3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan
hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar,
dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada
tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan
penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah
adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala
mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan
Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan.
Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan
pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk
hijrah pasca peristiwa Bai'atul Aqabah, dimana terjadi bai'at 75 orang
Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau
datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan
persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar,
meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran
berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah,
tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan
didalamnya. Rasulullah SAW, ketika akan keluar dari rumah sudah
ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati
mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa, masih juga dikejar,
namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan.
Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang
ditemani Sayyiduna Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat.
Allah menolong hamba yang menolong agamaNya.
Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus
dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah
pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di
Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam.
Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah,
mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang
harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang
beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya
agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian
besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama
kita?
4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan
seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari
yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum'at, melainkan
hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan
sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang
Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum'at adalah
sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain).
Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri
pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang
merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada
kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh (
tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan
Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah
perhatiannya pada Kalender Islam ini.
5. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram
a. Bulan Haram
Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk
diantara bulan-bulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana
firman Allah Ta'ala : "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan
bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram." (Q.S. at Taubah :36).
Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu
Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan
diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan
berturut-turut; Dzul Qo'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar,
yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya'ban." (HR. Bukhari
dan Muslim)
Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang.
Dalam penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa.
Namun bukan berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada
bulan-bulan yang lain. Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Maka
kembali pada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut
bermakna pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah memiliki
tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini.
b. Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai "syahrullah"
(Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah
hadits. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena
disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama
menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki
makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah,
Syaifullah dan sebagainya. Rasulullah bersabda : "Puasa yang paling
utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram.
Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat
malam". (H.R. Muslim)
c. Sunnah Berpuasa
Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah
Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal
dari kata Asyarah yang berarti sepuluh. Pada hari Asyuro ini, terdapat
sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk
melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta'ala.
Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun
hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya:
1.Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda : " Aku
berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama
setahun sebelumnya." (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Ibnu Abbas ra berkata : "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw,
berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali
pada hari ini, yaitu hari 'Asyura dan bulan Ramadhan." (H.R. Bukhari
dan Muslim)
3. Ibnu Abbas ra berkata : Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah,
beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka
Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab :"ini adalah hari
istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari
musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun
bersabda : "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian" Maka beliau
berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan
Muslim)
4.Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra berkata : Ketika Rasulullah saw.
berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa,
mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang
diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika
tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada
hari kesembilan (tanggal sembilan)." (H.R. Bukhari dan Muslim) Imam
Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan
sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda : "Puasalah
pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini,
berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya."
Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak
ada ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah untuk dikerjakan di bulan
Muharram ini. Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ? Para Ulama
berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
- Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari,
yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya
(9,10,11)
- Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits
- Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis yang shahih,
pada akhir hidup beliau sudah merencanakan untuk puasa pada tanggal 9,
hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya.
Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9
dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi. Sedangkan
puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun
pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain.
Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan
anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya
tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk
menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.
d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
Pada tanggal 10 Muharram 61 H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam
sejarah Islam di sebuah tempat yang bernama Karbala cucu Rasulullah,
yaitu Sayyiduna Husein beserta keluarganya dibunuh . Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan "Peristiwa Karbala".
Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang
berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Mu'awiyah, meskipun sebenarnya
Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut.
Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja
yang mengenang atau membaca kisahnya, dan kita tentu mencintai terhadap
orang yang dicintai Rasulullah .