Kamis, 13 Oktober 2022

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB Ciri Khas Imam 4 dalam menentukan hukum oleh Anas Aulia Imam 4 Madzhab yang dimaksud dalam artikel ini adalah para Imam yang hasil pemikirannya sangat berpengaruh dalam menjalankan hukum-hukum Islam. Mereka adalah Imam Malik Bin Anas, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanafi, dan Imam Ahmad bin Hambal. Setiap diantara mereka, memiliki pendapat yang berbeda dalam memberikan atau menjatuhkan hukum terhadap suatu perkara. Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan mereka dalam berpendapat, diantaranya adalah perbedaan tempat serta kondisi dan situasi yang dialami sangatlah berbeda. Lain dari pada itu, setiap diantara mereka memeiliki ciri khas dalam menetapkan hukum pada suatu perkara. Adapun ciri khas mereka adalah sebagai berikut: Imam Abu hanifah lebih mengedepankan rasionalitas atau logika/ Ro’yun. Sehingga apabila terdapat seseorang yang sering meminta rasionalitas dalam memcahkan suatu persoalan, maka kembalilah kepada Imam Abu Hanifah. Imam Malik Bin Anas lebih sering kepada hadist, apabila sebuah hadist mengatakan dan atau menjelaskan sebuah perkara A, maka pelaksanaanya pun seperti A. Beliau pernah ditanya tentang logika, “Wahai Imam Malik, apa pendapatmu dari segi akal? kata Imam Malik: Kalau ingin bertanya tentang logika/ Ro’yun, maka tanyakanlah kepada Imam Abu Hanifah jangan tanya kepada saya”. Karena beliau lebih cenderung memahami persoalan dari tekstual hadsitnya. Sehingga apabila para pembaca hendak mengambil persoalan yang sumbernya langsung dari hadist, maka kembali lah kepada Imam Malik bin Anas. Imam Asy Syafi’i memiliki ke khasan, diamana beliau menghafal hadist dan mendalami bahasa Arab, beliau tidak hanya sekedar mendalami bahasa Arab, akan tetapi beliau langsung masuk ke dalam kampung Arab atau ke Badui, dimana daerah ini adalah daerah yang paling fasih bahasa Arabnya, sampai beliau merupakan satu-satunya di antara imam 4 Madzhab yang memiliki diwan, yang di dalamnya terdapat puisi-puisi berbahasa Arab yang berisi nasehat-nasehat, diwan ini bernama Diwan al Imam Asy Syafi’i. Beliau juga dikenal sebagai ahli qias atau analogi, sehingga hadist dapat dipahami, fiqih beliau juga faham, bahasanya kuat dan termasuk analogi beliau sangat kuat. Adapun dalam penetapan hukum sebuah perkara, beliau lebih memilih perkara yang lebih banyak pahalanya. Sebagaimana pendapat beliau dalam membaca basmalah sewaktu sholat, apakah di jahrkan atau dibaca secara sirri, beliau berpendapat bahwa bacaan basmalah dijahrkan ketika sholat jahr (Subuh, Madhrib, Isya’) dan disirkan ketika sholat sir (Dzhuhur, Ashar). Adapun Imam Ahmad bin Hambal sering mengambil pertengahan, apabila Imam Malik berpendapat dan Imam Syafi’i berpendapat, maka Imam Ahmad mengambil pertengahannya. Seperti halnya dalam bacaan Bismillah ketika sholat, Imam yang satu membaca Jahr dan Imam yang satu membaca Sir, sedangkan Imam Ahmad membaca dengan tidak Jahr dan tidak Sir. Begitu juga halnya ketika Qunut, Imama Abu Hanifah Tidak melakukan Qunut, dan Imam Syafi’i Qunut, diambil yang pertengahan yaitu ketika ada kejadian, dan apabila tidak ada kejadian dia tidak Qunut lagi, yaitu Qunut Nazilah, itulah Imam Ahmad bin Hambal.